Agrozine.id – Budidaya jamur rupanya sangat menjanjikan. Salah satu penggiat budidaya jamur di Bali, yaitu I Kadek Saputra sudah membuktikannya. Sejak memulai usahanya pada tahun 2011 itu kini telah membuahkan hasil yang sangat memuaskan dari segi omset yang ia dapat. Menjalankan dua pekerjaan sekaligus tidak membuat Kadek lantas menyerah untuk usaha budidaya jamur, mengingat ia adalah juga seorang guru sastra Jepang yang memiliki jadwal mengajar cukup padat. Namun kisah Kadek ini sangat menginspirasi, dimana seorang guru honorer yang memutuskan menjadi petani jamur dan menghasilkan untung fantastis.
I Kadek Saputra adalah seorang lulusan sastra Jepang yang mengajar sebagai guru honorer di sebuah SMP di daerah Bali. Menjadi petani jamur bukanlah cita-cita Kadek. Namun gaji sebagai guru honorer yang dianggap terlalu kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup, membuat Kadek berpikir untuk memulai sebuah usaha yang bisa dijalankan tanpa harus mengeluarkan modal yang besar, dan jatuhlah pilihannya pada usaha budidaya jamur. Kini usahanya mulai dikenal masyarakat luas, dan lokasi budidaya jamur kita Bali tersebut berada di daerah Bunutin Kecamatan Bangli, Bali.
Di awal memulai usahanya, Kadek sempat tidak mendapat persetujuan dari keluarganya karena dari keluarga tidak ada yang memiliki pengalaman berbisnis dan menjadi petani jamur. Oleh karena itu, Kadek memutuskan untuk berangkat ke Yogyakarta untuk belajar mengenai cara budidaya jamur. Saat itu diakuinya, ia memilih belajar budidaya jamur karena tidak membutuhkan biaya yang besar mengingat gajinya sebagai seorang guru honorer hanya sebesar Rp.300.000 saja.
“Saya sempat kepikiran mau budidaya ikan, tapi kan itu butuh biaya banyak. Kita harus buat kolamnya juga. Habis itu beli bibit juga keluar uang, beli pakannya juga keluar uang. Nah atas pertimbangan itu, gaji honor saya waktu itu hanya Rp 300.000 per bulan. Kalau saya beli pakan ikan waktu itu satu sak sekitar Rp 280.000 an, itu untuk sebulan. Wah ini saya cuma punya saldo Rp 20.000, untuk beli minyak kayaknya ngga belum bisa ini, gitu”, tutur Kadek.
Baca Juga: Cara Budidaya Jamur dari Bonggol Jagung, Murah dan Mudah
Atas pertimbangan tersebut, akhirnya Kadek memberanikan diri untuk belajar budidaya jamur karena biaya yang terbilang murah dan perawatannya pun tidak sulit. Belajar dari orangtua angkatnya yang berada di Yogyakarta, akhirnya Kadek berhasil budidaya jamur tiram. Namun setelah budidaya berhasil, maka muncullah permasalahan baru yaitu target pasar, karena sebelumnya tidak terpikirkan oleh Kadek.
“Nah akhirnya berjalan gitu, kita berhasil numbuhin jamurnya. Tapi secara marketing kita tidak punya ilmunya, terus gimana caranya berjualan? Sementara itu saya lulusan sastra Jepang, jadi ya hanya mengajar saja taunya. Akhirnya kita jalan-jalan suatu sore ke warung dan mencoba menawarkan kira-kira warung mana yang bisa kita titipkan jamur. Tapi setelah warung mau dititipkan untuk bantu menjualkan, muncul lagi cemooh dari masyarakat karena disini dulu jamur itu dianggap buatan jadi dianggap terlalu mahal dan hanya untuk kalangan atas saja. Disitu kita sempat down. Saat itu sempat ada juga yang tak kasih gratis karena memang tidak laku dijual”, ujarnya.
Baca Juga: Kisah Inspiratif Dibalik Kesuksesan Bisnis Budidaya Jamur dari Ungaran
Menghadapi kendala marketing dalam usahanya, Kadek kemudian menemukan ide baru untuk menawarkan produk jamurnya kepada dinas-dinas terkait di tempatnya bekerja dan ternyata mendapat respon yang baik. Hal itu yang membuat semangatnya kembali untuk semakin menekuni usahanya budidaya jamur tiram ini. “Yaudah dari situ akhirnya kita punya pelanggan tetap”, katanya.
Selain kendala di lapangan, di awal memulai usahanya Kadek juga sempat mengalami kendala karena tersendat restu atau dukungan dari keluarganya, sehingga di awal ia hanya bekerja sendiri tanpa ada yang membantu. Ia menyempatkan waktu di sela-sela kesibukannya maupun weekend untuk menekuni usahanya budidaya jamur tersebut. Kini keluargnya telah sepenuhnya mendukung bisnis yang dijalankan Kadek dan bahkan ia sudah memiliki beberapa orang yang membantunya mengurusi kumbung jamur miliknya, sembari dirinya terus mengajar sebagai seorang guru.
Baca Juga:Tips-Tips Budidaya Jamur, Modal Utama Adalah Niat
Selama masa pandemi 2020 yang berlangsung cukup lama, diakui Kadek penjualannya justru semakin meningkat dari biasanya karena semakin banyak orang yang memilih aktivitas bertanam atau berkebun sebagai alternatif pengisi waktu mereka di rumah. Selama masa pandemi diakui Kadek, dirinya bisa menjual sekitar 500 baglog jamur dalam sebulan dengan harga Rp 5000 per baglog.
Meski di awal sempat tidak mendapat dukungan sebagai petani jamur, saat ini, Kadek berharap usaha yang dirintisnya sejak awal itu sudah membuahkan hasil yang cukup memuaskan dan Kadek berharap ke depan usaha yang dijalaninya tersebut semakin banyak dikenal masyarakat. Selain itu, Kadek juga ingin memiliki produk olahan jamur. “Jadi nggak cuma jual jamurnya lagi, tapi kita bikin olahannya, harapannya bisa seperti itu”, ujar Kadek. (ira)
Tonton video menarik ini: