Home Kampus Kajian Etnobotani Pewarna Alami Batik Gedog di Kabupaten Tuban Jawa Timur

Kajian Etnobotani Pewarna Alami Batik Gedog di Kabupaten Tuban Jawa Timur

Gedog

Agrozine.id – Kesadaran untuk menggunakan pewarna alami dalam pembuatan batik semakin terancam dengan perubahan sosial ekonomi yang cepat. Melihat permasalahan tersebut, Maisun Arifah mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan dan Lingkungan memilih penelitian berjudul kajian etnobotani pewarna alami batik gedog di kabupatenTuban Jawa Timur.

Maisun memilih sendiri lokasi penelitiannya karena Tuban merupakan kampung halamannya. ” Di kampung saya di Tuban memang banyak pengrajin batik yang kalau dibandingkan dengan daerah lain yang sudah lebih dulu terkenal sama batiknya,misalnya Solo,Jogya dan Pekalongan, dan saya mau melalui penelitian saya ini orang-orang bisa mengenal kalau ada kerajinan batik dan tenun yang masih asli di Tuban”, jelas Icun sapaan akrabnya.

 

Selama melakukan penelitian kurang lebih 2 bulan di Tuban Icun melihat secara langsung para pengrajin membatik dengan cara yang masih tradisional. ” Dari proses pemintalan benang sampai tenun itu semua dilakukan dengan cara handmade”, ucapnya.

Latar Belakang Penelitian

Etnobotani adalah studi tentang klasifikasi, penggunaan dan pengelolaan tumbuhan oleh manusia yang mengacu pada berbagai disiplin ilmu termasuk ilmu alam dan sosial untuk menunjukkan bagaimana konservasi tumbuhan dan pengetahuan lokal tentang tumbuhan dapat dicapai. Berbagai tanaman seperti bunga, kulit kayu,biji dan akar dapat digunakan sebagai bahan pewarna alami.

Baca Juga : Prospek Pengembangan Produk Pelawan Merah (Tristaniopsis merguensis Griff)

Lebih dari 2.000 pigmen warna yang telah diproses oleh berbagai bagian tanaman, hanya sekitar 150 jenis tanaman yang telah dikomersialkan. Studi etnobotani dapat bermanfaat ganda, karena selain bermanfaat bagi manusia dan lingkungan, perindungan pengetahuan ini juga melindungi jenis-jenis tumbuhan yang digunakan.Pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat merupakan salah satu pengetahuan yang berkembang dan diwariskan secara turun-temurun.

Daerah Tuban merupakan salah satu penghasil batik dan tenun gedog khas Tuban yang tidak kalah bagus jika dibandingkan dengan batik dari daerah lain. Namun batik gedong ini belum seterkenal batik-batik lain.

Kawasan ini memiliki tradisi turun-temurun dalam proses membatik dan menenun yaitu dengan menggunakan alat tenun gedog dan kemudian dibatik dengan cara tradisional. Namun saat ini penggunaan pewarna alami dalam produksi batik gedog mulai berkurang akibat kurangnya pengetahuan dan keterbatasan teknologi yang dikuasai masyarakat dalam proses pembuatan batik gedog. Padahal pembuatan batik dan kain tenun gedog dengan pewarna alami memiliki potensi yang besar jika dikembangkan.

 

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitiannya Icun menemukan sebanyak 75 responden pengusaha dan pengrajin batik di Kecamatan Kerek yang mayoritas adalah perempuan dengan rata-rata umur produktif paling tua berumur 65 tahun dan paling muda berumur 16 tahun. Namun di salah satu desa yaitu Desa Jarorejo, ia menemukan kebanyakan pengrajin adalah mereka yang masuk kategori kelompok umur tidak produktif atau tua. Salah satunya adalah pak Suwoto yang sudah berusia 65 tahun dan masih setia pada pekerjaan membatiknya karena kecintaannya terhadap batik meski tidak ada anaknya yang melanjutkan usahanya tersebut.

Di Kabupaten Tuban sendiri terdapat dua kategori pembatik yaitu pengusaha batik skala besar hanya ada 6 pengusaha dan sisanya adalah pengrajin batik skala rumahan. ” Pengusaha batik rumahan itu ada yang memang jualan batik dan ada juga yang nyetor ke pengusaha atau industri yang lebih besar”, jelas Icun.

Karena pengusahaan batik di Tuban memang masih tergolong tradisional, hanya beberapa pengusaha yang ditemukan menggunakan alat modern dan selebihnya menggunakan cara tradisional, sehingga kebanyakan batik dan kain tenun gedog adalah batik tulis,jarang ada  yang menjual batik cap.

Gedog

Kebanyakan pengrajin batik menjadikan usaha membatik sebagai mata pencaharian utama mereka karena sulitnya mendapat pekerjaan yang layak akibat tingkat pendidikan yang rendah. Rata-rata pengrajin batik gedog di Tuban adalah lulusan SD dan SMP.

Batik gedog khas Tuban memiliki keunikan tersendiri karena dalam pembuatan motifnya memiliki nilai-nilai budaya tersendiri yang berkaitan dengan proses pembuatannya. Batik gedog dinilai memiliki nilai estetika yang tinggi dan dipercaya sudah ada sejak zaman Majapahit. Keunggulan lain dari batik gedog adalah bahan baku yang digunakan dari kain tenun yang dikenal dengan nama kain mori gedog. Ragam motif batik gedog adalah geometris, flora dan fauna. Warna batik gedog tradisional pada awalny adalah warna biru yang berasal dari daun tom presi atau dresi (Indigofera tinctoria).

Gedog

Namun saat ini penggunaan pewarna alami dalam pembuatan batik gedog semakin berkurang karena selain waktu pembuatannya yang lama, warna yang dihasilkan juga tidak bervariasi sehingga peminatnya hanya dari kalangan tertentu saja. Dalam mewarnai batik menggunakan pewarna alami tidak semua pewarna alami walaupun berasal dari jenis yang sama menghasilkan warna yang sama dalam pencelupan yang berbeda.

Terdapat 21 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna alami batik gedog, yang paling sering digunakan adalah Indigofera, mahoni dan tingi dimana bagian tumbuhan yang dimanfaatkan adalah daun dan kulit batang.

Dalam penelitiannya, Maisun mengaku mengalami kendala dalam hal penemuan responden karena dari data yang ia dapat dari Diskoperindag, hanya sebagian kecil pengrajin yang masih aktif. Dari 900 data pengrajin yang ia dapat dari Diskoperindag, hanya 50 orang yang masih aktif dan memproduksi batik.

” Selain itu pengrajin yang masih menggunakan pewarna alami juga terbatas pada beberapa orang aja, karena pemasarannya pun khusus. Orang kadang cuma membuat batik dengan pewarna alami kalau ada pesanan atau pameran aja”, tandasnya.

Dalam penelitianny Maisun juga menemukan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan. Hal tersebut karena para pengrajin dan pengusaha batik gedog belum mengetahui cara pengolahan limbah batik yang mereka hasilkan dengan baik. Sebagian besar responden yang ia temui mengaku belum memiliki Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) sehingga mereka membuang air limbah membatiknya di selokan depan rumah atau bahkan tanpa pengolahan.

Terkait dengan pemasaran batik gedog sendiri, beberapa pengusaha batik gedog di Tuban sudah mengekspornya ke negara luar seperti Australia,Jepang dan Inggris. Sedangkan untuk pasar domestik sendiri pemasaran batik gedog biasanya di Kabupaten Tuban dan diluar kabupaten Tuban yang meliputi wilayah Sumatera, Jakarta, Kalimantan,Solo,Kudus, Malang, Surabaya dan Bali.

Harga batik yang dijual pun bervariasi tergantung dengan tingkat kerumitan dan jenis kain yang digunakan. Batik dengan pewarna sintetis dibanderol dengan harga Rp.100.000-Rp.800.000,per satu kain batik ukuran 200 x 110 cm sedangkan batik dengan pewarna alami memiliki harga 2-3 kali lipat lebih mahal yaitu sekitar Rp.200.00-Rp.3.000.000 tergantung ukuran dan jenis produknya.

 

Kesimpulan

Batik gedog khas Tuban memang belum sepopuler batik dari daerah lain,namun demikian batik ini sudah memiliki pasar ekspor sendiri. Pembuatan batik gedog dengan pewarna alami dari tumbuhan semakin tergerus oleh kecepatan perubahan teknologi.Oleh karena itu batik gedog perlu dilestarikan sebagai salah satu warisan budaya turun-temurun.

Maisun juga berharap pengrajin dan pengusaha batik gedog di Tuban semakin mengerti dengan perkembangan teknologi sehingga membantu mereka dalam proses promosi dan pemasaran batik gedog.” Harapannya sih ada yang melanjutkan penelitian ini, bukan cuma mengkaji cara membuatnya tapi juga kalau bisa sampai menemukan teknik pemasaran yang tepat”, pungkasnya. (ira)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here