Agrozine.id – Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis (DPIS) IPB University membahas Kebijakan Harga Kedelai dan Perlindungan Petani. Dalam diskusi tersebut juga sekaligus membahas strategi untuk mencegah kenaikan harga kedelai terulang kembali pada masa yang akan datang. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif lahan potensial untuk pengembangan kedelai sebagai upaya untuk mencegah terbatasnya pasokan kedelai yang mengakibatkan kenaikan harga.
Prof Dr Munif Ghulamahdi,dosen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB University menyampaikan inovasi teknologi budidaya jenuh air bisa menjadi salah satu alternatif peningkatan produksi kedelai di lahan pasang surut. Beliau menyampaikan bahwa lahan untuk pengembangan kedelai di Indonesia semakin menurun.
Baca Juga: Mentan Tingkatkan Pasokan Kedelai dengan Kemitraan
“Dari luas lahan 1,67 juta hektar dengan produksi 1,87 juta ton di tahun 1992 terjadi penurunan menjadi 0,28 hektar dengan produksi 0,42 juta ton di tahun 2019. Hal tersebut membuat Indonesia harus terus melakukan impor kedelai hingga sekarang”, ujarnya. Adapun penyebab penyusutan lahan adalah sebagai akibat dari konversi lahan di pulau Jawa. Oleh karena itu diusulkan bahwa lahan pasang surut bisa menjadi alternatif lahan dalam upaya pengembangan kedelai di masa depan.
Di Indonesia terdapat sekitar 20,1 juta hektar lahan pasang surut dan seluas 3,41 juta hektar diantaranya berpotensi tinggi untuk ditanami kedelai. Lebih lanjut Prof Munif juga menjelaskan bahwa budidaya di lahan pasang surut dinamakan budidaya jenuh air yang artinya teknik penanaman dilakukan dengan memberikan irigasi terus menerus dan membuat tinggi mukai air tetap sehingga lapisan bawah perakaran menjadi jenuh air. Praktik budidaya ini akan menghasilkan tanaman kedelai yang memiliki cabang, bunga, polong isi dan biji yang lebih besar.
Drs Aip Syarifudin, Ketua Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo), mengatakan bahwa jika dilihat dari sisi pengusaha pengolahan kedelai, ketersediaan bahan baku menjadi hal yang sangat krusial sehingga bahan baku lokal atau impor menjadi tidak masalah yang penting pasokan kedelai tersedia dan siap diolah menjadi tempe dan tahu. Namun sayangnya kedelai lokal sering kali tidak memadai, sementara kedelai impor selalu ada dan kebutuhan untuk industri tinggi. Selain itu, kualitas dari kedelai impor juga lebih unggul.
Baca Juga: Kacang Tunggak Sebagai Alternatif Pengganti Kedelai Tempe
Drs Aip juga mengatakan sebagai upaya untuk mengatasi masalah impor kedelai haruslah ditanggapi dengan serius oleh pemerintah dimana sebaiknya pemerintah harus membatasi jumlah kedelai impor sehigga kedelai lokal tetap terserap di pasaran. Hal tersebut akan membuat petani lebih bersemangat dan menghasilkan produksi kedelai yang lebih memadai.
Drs Aip juga memberikan gambaran strategi substitusi kedelai disesuaikan dengan jenis produk dan akhir referensi konsumen. “Untuk produk yang menuntut keseragaman warna dan keutuhan biji kedelai maka digunakan kedelai impor. Tapi sebaliknya produk yang tidak bersyarat ukuran dan keseragaman warna dapat menggunakan tempe lokal”, katanya. Adanya alternatif lahan potensial untuk pengembangan kedelai dapat menunjang kelangsungan budidaya kedelai dan meningkatkan produksi sehingga kedelai lokal dapat bersaing dengan kedelai impor baik dari segi pasokan maupun kualitas. (ira)
Tonton video menarik ini: