Agrozine – Nama pakis haji bagi pecinta tanaman hias sudah tidak asing lagi. Tumbuhan ini memiliki nilai jual yang baik karena memiliki tampilan yang unik dan indah. Pakis haji termasuk ke dalam kelompok tanaman purba yang masih tersisa hingga saat ini. Tanaman ini pertama kali muncul sekitar 100 juta tahun yang lalu, bertepatan dengan masa mesozoikum. Sejak dahulu kala, tanaman ini dikenal sebagai flora penghias pekarangan dan kebun.
Pakis haji atau disebut juga sikas adalah sekelompok tumbuhan berbiji terbuka yang tergabung dalam genus Cycas dan juga merupakan satu-satunya genus dalam suku Cycadaceae. Tumbuhan yang berasal dari Indonesia ini memiliki jumlah anggota mencapai 130 spesies.
Masyarakat di Indonesia mengenal pakis haji dari beberapa spesies yang biasa ditanam di taman-taman menyerupai palem, yaitu C. rumphii, C. javana, dan C. revoluta (sikas jepang). Pakis haji berhabitus mirip palem, tetapi sebenarnya jauh kekerabatannya. Kemiripan ini dari susunan anak daunnya yang tersusun berpasangan.
Nama spesies Cycas rumphii diambil dari peneliti asal Jerman, Georg Eberhard Rumpf, pada abad 18. Rumpf atau Rumphius adalah orang pertama yang meneliti tanaman tersebut di Kepulauan Maluku, daerah asal sikas, yang kini telah terdistribusi ke berbagai negara.
Benua Asia merupakan pusat distribusi pakis haji terbesar di dunia. Berbagai spesiesnya dapat kita temukan di Vietnam, China, Thailand, Indonesia, Papua Nugini, Filipina, serta Malaysia. Di Indonesia, tumbuhan ini terdistribusi mulai dari kawasan Papua sampai Sulawesi Utara. Sedangkan di wilayah barat, dapat ditemukan di selatan Borneo dan utara Pulau Jawa. Habitat asli pakis haji berada di area hutan dengan tingkat kelembapan tinggi. Tanaman ini tidak membutuhkan sinar matahari banyak.
Semua pakis haji berumah dua (dioecious) sehingga terdapat tumbuhan jantan dan betina. Serbuk sari dihasilkan oleh tumbuhan jantan dari runjung besar yang tumbuh dari ujung batang. Alat betina mirip daun, tumbuh dari sela-sela ketiak daun.
Akar beberapa jenis pakis haji dapat diinfeksi oleh sejenis Cyanobacteria, Anabaena cycadeae, yang menguntungkan kedua pihak (simbiosis mutualistis). Akar yang terinfeksi akan membentuk semacam bintil-bintil yang berisi jasad renik tersebut.
Tanaman ini mudah dikenali. Umumnya setinggi 6 meter dan terdapat biji terbuka di antara daun-daun penyusun runjungnya. Daun-daun tersebut berbiak pada bagian ujung batang. Ini tergolong sebagai daun majemuk menyirip dengan panjang mencapai 2,5 meter, serta mempunyai 50-150 pasang anak daun.
Ukuran bunganya bisa mencapai 50 cm, berbentuk cone atau kerucut-elips. Bagian bunga jantan bisa kita tandai dari tangkainya yang pendek. Mereka mempunyai biji berbentuk ovoid-elips, berwarna oranye-cokelat, dengan ukuran antara 3-6 cm x 2,5-5 cm.
Daun pakis di zaman kakek buyut kita sering diolah menjadi sayur-mayur sederhana yang selalu tersaji di meja makan. Sebagian masyarakat juga mengonsumsi batang tanaman ini. Pakis haji yang besar dapat dimakan bagian teras batangnya karena mengandung pati dalam jumlah yang cukup banyak.
Berikut ini daftar kandungan gizi daun pakis per 100 gram:
- Protein 4,5 g
- Lemak 0,4 g
- Karbohidrat 6,9 g
- Serat 2 g
- Kalsium 136 mg
- Fosfor 159 mg
- Besi 2,3 mg
- Natrium 20 mg
- Kalium 201,9 mg
- Beta-karoten 1,625 mcg
- Karoten Total 3,292 mcg
- Thiamin (Vit. B1) 0,02 mg
- Riboflavin (Vit. B2) 0,10 mg
- Niasin 0,5 mg
- Vitamin C 3 mg
- Vitamin A 3617 IU
- Potasium 370 mg
Ada sebuah kisah yang menunjukkan manfaat dari batang pakis haji dalam menjauhkan hama tikus. Di masa lalu, terjadi wabah hama tikus yang mengancam panen padi masyarakat di sekitar Pegunungan Muria. Berbagai cara telah dilakukan untuk membasmi hama tikus tersebut. Namun, tikus-tikus liar tetap melahap padi di sawah. Masyarakat akhirnya mengadukan masalah tersebut kepada Sunan Muria. Kanjeng sunan kemudian memberi petunjuk untuk menggunakan kayu dari pokok pakis haji untuk mengusir tikus. Caranya, kulit kayunya dikupas, lalu diletakkan di tempat yang sering menjadi titik utama serangan hama tikus.
Beberapa orang mempercayai adanya zat tertentu yang terkandung dalam kayu pakis haji yang mampu menakuti tikus. Sebagian lainnya berpendapat bahwa tikus takut pada kayu ini karena menyerupai kulit ular sanca kembang.
Sayangnya, populasi tanaman ini disinyalir makin menipis karena komersialisasi flora, diburu secara besar-besaran, serta alih fungsi hutan atau deforestasi. Menurut IUCN Red List, kini status konservasi pakis haji berada pada level hampir terancam. Tren populasinya terus menurun. Oleh karena itu, mari kita jaga kelestariannya. (das)
Yuk Sobat, Tonton Video Menarik Ini: