Home Perikanan Achmad Bahtiar Rifai, Pengendali Hama dan Penyakit Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Achmad Bahtiar Rifai, Pengendali Hama dan Penyakit Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Pengendali Hama Dan Penyakit Ikan

Agrozine.id – Pengendali hama dan penyakit ikan. Drh. Achmad Bahtiar Rifai, M.Si. Beliau merupakan lulusan S1 Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Institut Pertanian Bogor (IPB) dan melanjutkan studi Magister Science di FKH IPB. Ia mengaku, telah menyukai mata pelajaran Biologi sejak di bangku sekolah.

Melalui studi kedokteran hewan, Bahtiar mendapat banyak pembelajaran karena menangani berbagai macam hewan seperti hewan pemeliharaan, unggas, dan satwa liar.

“Dulu ikut peminatan satwa liar. Saya juga pernah magang di Taman Mini Indonesia Indah di bagian Ular. Tapi lama-lama saya tertarik ke unggas seperti ayam,” ujarnya. Ia mengatakan jika dirinya menjadi semakin tertarik ke kedokteran hewan

Sebelum menjadi pengendali hama dan penyakit ikan, Bahtiar sempat bekerja di perusahaan swasta hingga tahun 2008. Pada tahun 2009, ia mendaftar CPNS dan diterima di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Bahtiar kemudian ditempatkan di Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Batam. Pada awal tahun 2020, Bahtiar dimutasi ke kantor pusat di Jakarta setelah sekitar 10 tahun bertugas di Batam.

Bahtiar menjelaskan, sebelum Undang Undang baru dikeluarkan, tugas karantina adalah mencegah hama dan penyakit ikan masuk ke dalam wilayah Indonesia seperti pada UU No 16 Tahun 1992.

Namun sejak dikeluarkan UU No 21 Tahun 2019, bukan hanya mencegah hama dan penyakit ikan, Bahtiar juga mendalami tentang produk rekayasa genetik, sumber daya genetik, spesies asing invasif, pakan, dan lainnya.

“Awalnya di Batam saya sebagai Analis Laboraturium, setelah itu Analis Laboraturium Mikrobiologi Bakteri dan Virus, sampai menjadi Deputi Manager Teknis. Kerjaan saya di laboraturium memeriksa sampel yang masuk. Tombak ujung atau kunci karantina adalah laboraturium,” jelas pria kelahiran Pandeglang, 27 Maret 1980 ini.

Pengendali hama dan penyakit ikan ini menambahkan, bila didapati indikasi penyakit pada sampel yang akan dikirimkan ke luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia, maka tidak boleh dikirimkan.

“Harus dilakukan treatment, kalau golongan I akan dimusnahkan. Namun untuk golongan II bisa dilakukan treatment dengan pengobatan atau cara lain,” jelasnya.

Semua ikan yang akan dikirim akan diletakkan di karantina, dan setiap ikan yang akan diekspor maupun diimpor wajib melalui pemeriksaan laboraturium. Artninya, tidak semua yang low risk atau beresiko rendah bisa dilihat dari kondisi dan bentuknya. Kalau high risk, wajib di periksa.

Baca Juga : Pakar IPB University Bahas Penyebab Abnormalitas Badak Sumatera

“Saat Bu Susi menjabat sebagai Menteri KKP ada Peraturan Kementerian yang melarang benih lobster dilarang untuk diekspor sewaktu saya masih di Batam. Batam itu kan banyak ‘pelabuhan tikus’ nya selain pelabuhan resmi. Disitu, penjagaan pengiriman illegal harus ketat,” jelasn pengendali hama dan penyakit ikan itu.

Saat itu, ia standby dan menjaga Pelabuhan Batam Center pada pukul 2 pagi karena terdapat informasi pengiriman benih lobster dalam negeri yang akan dikirimkan ke Singapura.

Bahtiar mengungkap, penyakit yang menyerang ikan juga berbeda-beda tiap jenisnya. Pada ikan laut seperti ikan kerapu, kakap, dan bawal hitam biasanya terserang penyakit virus seperti Viral Nervous Necrotic dan Iridovirus. Sedangkan pada udang, terdapat lebih dari 10 virus yang dapat menyerang dan berbahaya.

Baca Juga : 10 Cara Mengurangi Penggunaan Pestisida Kimia

“Pemeriksaan deteksi penyakit menggunakan teknologi molekuler, untuk yang lebih akurat digunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Bila virus sesuai dengan primer yang digunakan akan menempel,” jelasnya.

Namun, sebelum menggunakan PCR, pengendali hama dan penyakit ikan ini menggunakan99 metode pemeriksaan serologi untuk memudahkan screening. Ia menambahkan, uji pertama yang paling mudah adalah serologi. Kemudian diambil sampelnya, dan bila hasilnya positif akan dipindahkan ke PCR.

Di karantina, terdapat berbagai macam kegiatan seperti seperti pemantauan, surveillance, dan data lalu lintas. Sampel yang datang berasal dari daerah dan pulau yang berbeda-beda, dan terkadang Bachtiar datang langsung ke lokasi untuk mengambil sampel.

Baca Juga : Sound Agriculture Luncurkan Produk Baru Penambah Nutrisi untuk Kedelai

“Setelah pindah ke kantor pusat, saya juga menganalisa resiko dan pencegahannya. Semisal ada kasus dari UPT yang melaporkan adanya outbreak udang, kita akan datang dan investigasi. Kita ambil sampelnya dan kita periksa,” jelasnya.

Bahtiar juga melakukan analisa resiko hama dan penyakit, karena biasanya terdapat penyakit-penyakit yang belum ada di Indonesia. Ia juga fokus pada sertifikasi instalasi karantina yang menjadi persyaratan utama untuk impor.

Sertifikasi ini dapat diajukan pelaku usaha melalui UPT setempat, kemudian dilakukan inspeksi di area penilaian instalasi karantina ikan sebelum dikirimkan ke pusat. “Kita akan cek dokumen dan kebenarannya serta kelayakannya untuk disertifikasi,” tambahnya.

Baca Juga : Pengaruh Variabilitas Iklim Terhadap Perkembangan Hama Wereng Batang Coklat di Kabupaten Indramayu

Pengendali hama dan penyakit ikan ini menaruh harapan untuk Perikanan dan Kelautan dalam negeri agar lebih ditekankan pada penyakit, sehingga tidak hanya fokus pada budidaya.. (rin)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here