Home Populer Zeth Wonggor: Pemandu Burung Legendaris Asal Papua

Zeth Wonggor: Pemandu Burung Legendaris Asal Papua

Agrozine – Zeth Wonggor adalah seorang pemandu burung cendrawasih legendaris asal Papua. Tepatnya di Pegunungan Arfak, yang merupakan destinasi utama untuk melihat burung secara langsung di Papua Barat, Indonesia. Pada 28 tahun lalu, pria ini merupakan seorang pemburu burung yang handal. Namun kini, Zeth melindungi dan menggalakkan keberadaan burung.

Zeth kehilangan ayahnya sejak kecil. Pria dari suku Hattam ini terpaksa putus sekolah karena tidak memiliki uang. Ia pergi ke hutan dan membuat rumah tradisional sendiri. Selama 12 tahun, pria berusia 46 tahun ini berburu burung untuk makanan sehari-hari.

Pada tahun 1990, seorang pria berkulit putih meminta bantuan penduduk setempat untuk mencapai Pegunungan Arfak. “Namun para penduduk setempat takut, karena sebelumnya ada masalah antara Belanda dan Jepang di Manokwari,” kata Zeth. Pada tahun 1940-an, Papua Barat merupakan lokasi terjadinya perang antara Belanda dan Jepang. Ia menambahkan, sejak saat itu penduduk setempat takut dengan orang berkulit putih.

Para penduduk lantas menyarankan pria berkulit putih itu menghampiri rumah Zeth Wonggor. Saat bertemu, pemburu asal Papua ini tidak menyangka pria itu mengetahui namanya bahkan mengajaknya melintasi hutan. Zeth siap berburu saat ini, sedangkan pria itu hanya memandangi seekor butung. “Saya mengambil batu dan melemparnya, namun ia melarang,” ujar Zeth. Pria itu hanya ingin memotret burung cendrawasih dan melihat mereka menari. Mereka memantau burung dari tempat tersembunyi yang Zeth buat untuk berburu.

Ketika sampai di rumah, Zeth kecewa karena tidak membawa pulang makanan. Pria kulit putih itu kemudian memberikannya sejumlah uang. “Saya menyimpan uang itu karena tidak mengerti tentang uang. Kalau berjalan ke Manokwari terlalu jauh, jadi kami mengandalkan makanan dari kebun,” ujar Zeth.

Kemudian, pria itu datang kembali ke pegunungan Arfak bersama rombongannya termasuk broadcaster dan naturalist asal Inggris David Attenborough. Ia menginstruksikan penduduk desa untuk tidak lagi berburu ataupun kuskus. Sebagai gantinya, pemandu itu mendapatkan uang dan dapat pergi ke kota untuk membeli dan apapun yang dibutuhkannya. Zeth diberikan teropong dan ia melihat perspektif lain dari burung yang selama ini diburunya.

Dengan uang tersebut, Zeth membangun sebuah tempat untuk mengamati burung di dekat rumah. Burung dari berbagai spesies datang ke pemukiman warga karena tidak lagi diburu. “Sejak saat itu, para wanita dan anak-anak memandu para tamu dan mendapatkan uang. Hal yang tidak biasa terjadi di hutan,” jelas Zeth. Setelah itu, banyak bisnis yang mulai berkembang di wilayah tersebut untuk para wisatawan seperti bisnis sayur, tas, dan kayu bakar.

“Kami punya hutan dan kami telah mengerti. Tidak ada orang ataupun pihak pemerintah yang menegur saya. Namun uang tersebut menjadi teguran,” Kalau tidak semua yang ada di hutan akan hancur, jelas Zeth. Menurut Zeth Wonggor, sekitar 300 wisatawan mengunjungi pegunungan Arfak setiap tahunnya dan sekitar 450 orang dari lima desa mengandalkan bisnis ini.

Pegunungan Arfak merupakan habitat bagi delapan spesies burung cendrawasih. Kedelapan burung tersebut adalah burung Paradigalla, Western parotia Black sicklebill, Arfak astrapia, Magnificent bird-of-paradise, Superb bird-of-paradise, Black-billed sicklebill, Trumpet manucode, dan Magnificent riflebird.

Setidaknya terdapat 39 spesies burung cendrawasih yang dapat ditemukan di Indonesia bagian timur, Papua Nugini, dan Australia timur. Sebelumnya, burung ini kerap diburu untuk dikonsumsi dan digunakan bulunya untuk ritual dan pakaian. Namun kini, burung cendrawasih telah dilindungi oleh hukum. Tarian dan pose burung cendrawasih yang memiliki bulu warna-warni menjadi daya tarik dunia.

Zeth Wonggor menjadi ahli burung cendrawasih. Ia juga memandu wisatawan dan fotografer seperti Tim Laman, yang merupakan ornithologist dan wildlife photojournalist asal Amerika pada wilayah lain di Papua. Dari awal perjalanan bersama para tamu, Zeth Wonggor selalu menuliskan kata-kata yang dipelajari dari tamunya setelah menanyakan artinya.

Beliau kini dapat melakukan percakapan dalam bahasa Inggris yang selalu diikuti dengan senyuman dan tawa. Nyatanya, 28 tahun telah berlalu namun ia selalu antusias dengan berkah dari alam. Zeth mengatakan beberapa kali, “Para tamu tersenyum, penduduk setempat juga tersenyum,” ujarnya. (rin)

Dilansir dari Raja Ampat Research & Conservation Centre

 

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here