Home Perkebunan Mengintip Pengolahan Industri Kopi Bali di Kintamani

Mengintip Pengolahan Industri Kopi Bali di Kintamani

Agrozine.id -Selain terkenal dengan pantainya yang indah sebagai tujuan wisata, Bali juga terkenal dengan produksi kopinya, salah satunya adalah daerah Kintamani di Kabupaten Bangli. Kopi Kintamani tak hanya terkenal di dalam negeri tetapi juga sampai ke mancanegara. Salah satu pengelola pabrik pengolahan kopi Arabika Mengani, Hendarto Setyabudi mengatakan meski terkenal dengan produksi kopinya, namun industri kopi Bali di Kintamani belum dimaksimalkan menjadi pemasukan daerah.

Hendarto mengatakan sudah sepatutnya Bangli dimaksimalkan sebagai sentra penggerak industri kopi di Bali. Melihat jumlah penduduk Bali yang memang banyak ditambah lagi dengan wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang datang ke Bali, seharusnya kopi Bali bisa menjadi industri unggulan yang memberikan sumbangsih besar untuk Bali.

Hendarto mengatakan setiap tahun Bali mampu memproduksi sekitar 10.300 ton kopi dengan rincian 30% kopi jenis Arabica dan 70% sisanya adalah kopi Robusta. Jika kopi Arabica dijual dengan harga Rp 5000 per kg saja maka jumlahnya akan mencapai 115 miliar sedangkan untuk kopi Robusta jika dijual dengan harga Rp 4000 per kg saja maka akan menghasilkan 169 miliar.

 

“Jika ditotal 258 miliar. Luar biasa industri kopi ini. Dalam catatan kami total perdagangan kopi tiap tahun 1,6 triliun rupiah dari perkebunan, pengolahan hingga ke hilir, dan itu belum ditambah cafe dan yang lainnya yang punya nilai lebih lagi bisa jadi nilainya mencapai 2 triliun”, jelas Hendarto.

Total luasan perkebunan kopi yang ada di Bali adalah seluas 34 ribu hektar. Dari perhitungan tersebut setidaknya dalam satu tahun, Bali bisa menghasilkan sampai 15 ribu ton kopi dimana sekitar 77 KK hidupnya tergantung dari produksi kopi.

Namun sayangnya menurut Hendarto belum juga memenuhi untuk kebutuhan kopi di Bali, namun kopi Bali ini sudah dijual di luar Bali dan yang lebih parahnya lagi kopi Bali yang dijual ke luar kota tersebut diproduksi menjadi kopi siap saji dan dijual kembali ke Bali dengan harga yang jauh lebih tinggi. Alih-alih mengalami peningkatan produksi, justru sejak tahun 2016 produksi kopi Bali mengalami penurunan drastis.

Oleh karena itu sebagai salah satu pengelola produksi kopi di Bali, Hendarto berharap pemerintah bisa memberikan perhatian terhadap persoalan yang dihadapi petani dan pelaku industri kopi di Bali. Bahkan ia meminta kepada pemerintah untuk turut memperhatikan dari hulu hingga ke hilir.

“Kami mohon agar nantinya mendapat perhatian yang lebih komprehensif karena sebetulnya industri kopi Bali ini memiliki potensi baik. Namun pernah mengalami kemerosotan yang sangat drastis. Jadi mohon diperhatikan kedepannya karena industri ini memiliki potensi yang sangat tinggi dari segi pendapatan“,jelas Hendarto. (ira)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here